Pendahuluan
Pengaruh
kebijakan moneter pertama kali akan dirasakan oleh sektor perbankan, yang
kemudian ditransfer pada sektor riil. Kebijakan moneter pada dasarnya merupakan
suatu kebijakan yang bertujuan untuk mencapai keseimbangan internal yaitu pertumbuhan
ekonomi yang tinggi, stabilitas harga, pemerataan pembangunan dan keseimbangan
eksternal (keseimbangan neraca pembayaran) serta tercapainya tujuan ekonomi
makro, yakni menjaga stabilisasi ekonomi yang dapat diukur dengan kesempatan
kerja, kestabilan harga serta neraca pembayaran internasional yang seimbang.
Apabila kestabilan dalam kegiatan perekonomian terganggu, maka kebijakan
moneter dapat dipakai untuk memulihkan stabilitas. Untuk mencapai tujuan itu, Bank
Sentral berusaha mengatur keseimbangan antara persediaan uang dengan persediaan
barang agar inflasi dapat terkendali dengan baik, tercapainya kesempatan kerja
penuh dan kelancaran dalam pasokan/distribusi barang. Kebijakan moneter dilakukan
pada instrumen yaitu suku bunga, giro wajib minimum, intervensi dipasar valuta
asing dan sebagai tempat terakhir bagi bank-bank untuk meminjam uang apabila
mengalami kesulitan likuiditas.
1.
Kerangka
Kebijakan Moneter pada Perbankan Indonesia
Dengan ditinggalkannya sistem crawling band dan
dianutnya sistem nilai tukar mengambang setelah krisis ekonomi tahun 1997/98,
kerangka kebijakan moneter diarahkan pada penciptaan stabilitas harga dengan
target base money (inflation targeting lite). Sejak bulan Juli 2005, kerangka
kebijakan moneter disempurnakan dengan prinsip-prinsip Inflation Targeting Framework.
Dengan kerangka ini, Bank Indonesia secara eksplisit
mengumumkan sasaran inflasi kepada publik dan kebijakan moneter diarahkan untuk
mencapai sasaran inflasi yang ditetapkan oleh Pemerintah tersebut. Untuk
mencapai sasaran inflasi, kebijakan moneter dilakukan secara forward looking,
artinya perubahan pendirian kebijakan moneter dilakukan melaui evaluasi apakah
perkembangan inflasi ke depan masih sesuai dengan sasaran inflasi yang telah
dicanangkan. Dalam kerangka kerja ini,
kebijakan moneter juga ditandai oleh transparansi dan akuntabilitas kebijakan
kepada publik. Secara operasional, pendirian kebijakan moneter dicerminkan oleh penetapan suku bunga kebijakan (BI Rate)
yang diharapkan dapat memengaruhi suku bunga pasar uang dan suku bunga deposito
dan suku bunga kredit perbankan. Perubahan
suku bunga ini pada akhirnya akan memengaruhi output dan inflasi. http://gemmaaktuaria.com/?p=145
Pelaksanaan ITF di Indonesia mengikuti
prinsip dasar bahwa ITF adalah framework, bukan rule. Dengan prinsip ini,
kebijakan moneter tidak dilaksanakan secara kaku. Pelaksanaan kebijakan moneter
juga mempertimbangkan sasaran-sasaran pembangunan yang lebih luas terutama pertumbuhan ekonomi. Berbeda dengan prinsip
full discretionary, ITF menuntut agar discretionary policy dalam pelaksanaan
kebijakan moneter bersifat terbatas. Dengan prinsip dasar tersebut, Bank
Indonesia melaksanakan kebijakan moneter dengan elemen-elemen pokok :
a. Pertama,
suku bunga (BI-rate) digunakan sebagai sasaran operasional moneter untuk
menggantikan uang beredar. Hal ini didasarkan pada pertimbangan semakin melemahnya
hubungan antara uang beredar dengan laju inflasi.
b.
Kedua, kebijakan moneter
diperkuat dengan strategi yang bersifat pre-emptive atau forward looking.
Elemen dasar ini sekaligus merupakan tantangan besar bagi Bank Indonesia mengingat
inflasi di Indonesia lebih banyak dipengaruhi oleh ekspektasi inflasi yang
bersifat adaptif. Kebijakan moneter perlu konsisten terhadap sasaran akhir yang
akan dicapai atau menghindari time-inconsistency policy. Tanpa konsistensi yang
kuat, kebijakan ke depan kurang mendapat perhatian dari masyarakat. Masyarakat
kembali akan menggunakan ekspektasi adaptif dan/atau memberi porsi relatif
sangat kecil terhadap langkah-langkah kebijakan yang akan ditempuh ke depan
kemudian melakukan optimasi dalam pengambilan keputusannya.
Arsitektur
Perbankan Indonesia (API) adalah suatu kerangka dasar dari sistem perbankan
Indonesia yang bersifat menyeluruh dan juga memberikan arah, bentuk, serta
tatanan industri perbankan untuk jangka waktu lima sampai sepuluh tahun ke
depan. Arah kebijakan dari pengembangan industri perbankan di masa yang akan dating
tersebut dirumuskan dalam API dan dilandasi dengan tujuan mencapai suatu sistem
perbankan yang sehat, kuat dan efisien agar dapat menciptakan kestabilan sistem
keuangan dalam rangka membantu mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.
Dengan
adanya kebutuhan blue print perbankan nasional dan sebagai kelanjutan dari
program restrukturisasi perbankan yang sudah berjalan sejak tahun 1998, maka
Bank Indonesia pada tanggal 9 Januari 2004 telah meluncurkan API sebagai suatu
kerangka menyeluruh arah kebijakan pengembangan industri perbankan Indonesia ke
depan. Peluncuran API tersebut tidak terlepas
pula dari upaya Pemerintah dan Bank Indonesia untuk membangun kembali
perekonomian Indonesia melalui penerbitan buku putih Pemerintah sesuai dengan
Inpres No. 5 Tahun 2003, dimana API menjadi salah satu program utama dalam buku
putih tersebut.
Kritikan
dari keinginan untuk memiliki fundamental perbankan yang lebih kuat dan dengan
memperhatikan masukan-masukan yang diperoleh dalam mengimplementasikan API
selama dua tahun terakhir, maka Bank Indonesia merasa perlu untuk
menyempurnakan program-program kegiatan yang tercantum dalam API. Penyempurnaan program-program kegiatan API
tersebut tidak terlepas pula dari perkembangan-perkembangan yang terjadi pada
perekonomian nasional maupun internasional.
Penyempurnaan terhadap program-program API tersebut antara lain mencakup
strategi-strategi yang lebih spesifik mengenai pengembangan perbankan syariah,
BPR, dan UMKM ke depan sehingga API diharapkan memiliki program kegiatan yang
lebih lengkap dan komprehensif yang mencakup sistem perbankan secara menyeluruh
terkait Bank umum dan BPR, baik konvensional maupun syariah, serta pengembangan UMKM.