Kondisi dunia perbankan di Indonesia telah mengalami banyak
perubahan dari waktu ke waktu. Perubahan ini selain disebabkan oleh
perkembangan internal dunia perbankan, juga tidak terlepas dari pengaruh
perkembangan di luar dunia perbankan, seperti sektor riil dalam perekonomian,
politik, hukum dan sosial.
Perkembangan faktor- faktor internal dan eksternal perbankan
tersebut menyebabkan kondisi perbankan di Indonesia secara umum dapat
dikelompokkan dalam empat periode. Masing – masing periode memiliki ciri – ciri
khusus yang tidak dapat di samakan dengan periode lainnya.
Serangkaian paket – paket deregulasi di sector riil dan moneter yang
di mulai sejak tahun 1980- an serta terjadinya krisis ekonomi di Indonesia sejak akhir tahun 1990-an adalah dua
peristiwa utama yang telah menyebabkan munculnya empat periode kondisi
perbankan di Indonesia
sampai dengan tahun 2000.
Keempat periode ini adalah
o
Kondisi perbankan di Indonesia
sebelum serangkaian paket- paket deregulasi di sector rill dan moneter yang di
mulai sejak tahun 1980-an.
o
Kondisi perbankan di Indonesia
setelah munculnya deregulasi sampai dengan masa sebelum terjadinya krisis
ekonomi pada akhir tahun 1990-an.
o
Kondisi perbankan di Indonesia pada
masa krisis ekonomi sejak akhir tahun 1990-an, dan
o
Kondisi perbankan di Indonesia pada
saat sekarang ini.
A.
Kondisi Sebelum Deregulasi
Perbankan pada masa ini sangat di pengaruhi oleh berbagai
kepentingan ekonomi dan politik dari penguasa , yang dalam hal ini adalah
pemerintah. Pada masa colonial kegiatan perbankan di wilayah Hindia- Belanda
ini terutama di arahkan untuk melayani kegiatan usaha dari perusahaan –
perusahaan besar milik kolonial di wilayah jajahannya serta membantu
administrasi anggaran milik pemerintah. Dengan demikian fungsi utama perbankan
pada masa penjajahan adalah :
·
Memobilisasikan dana dari
investor untuk membiayai kebutuhan dana investasi dan modal kerja perusahaan –
perusahaan besar milik kolonial
·
Memberikan jasa- jasa keuangan
kepada perusahaan – perusahaan besar milik kolonial, seperti giro, garansi
bank, pemindahan dana dan lain- lain
·
Membantu pemindahan dana jasa
modal dari wilayah kolonial ke Negara
penjajah
·
Sebagai tempat sementara dari
dana hasil pemungutan pajak, baik pajak dari perusahaan – perusahaan maupun
dari masyarakat pribumi, untuk kemudian dikirim ke negara penjajah.
·
Mengadministrasikan anggaran
pemerintah untuk membiayai kegiatan pemerintah kaolonial.
Fungsi utama perbnkan pada
masa setelah kemerdekaan sampai dengan sebelum adanya deregulasi tidak banyak
mengalami perubahan. Orientasi kegiatan perbankan masih banyak dipengaruhi oleh
pola yang diterapkan pada masa penjajahan. Dengan demikian fungsi utamanya
adalah:
·
Memobilisasikan dana dari
investor untuk membiayai kebutuhan dana investasi dan modal kerja perusahaan –
perusahaan besar milik pemerintah dan swasta.
·
Memberikan jasa- jasa keuangan
kepada perusahaan- perusahaan besar
·
Mengadministrasikan anggaran
pemerintah untuk membiayai kegiatan pemerintah
·
Menyalurkan dana anggaran untuk
membiayai program dan proyek pada sektor- sektor yang ingin di kembangkan oleh
pemerintah
Bank – bank yang ada tidak secara tegas di arahkan untuk
memobilisasikan dana seluas- luasnya dari seluruh anggota masyarakat, dan juga
tidak diarahkan untuk mengembangkan perekonomian rakyat seluas- luasnya.
Kebijakan yang terkait dengan sektor perbankan hanya ditekanakan pada kegitan
usaha- usaha besar dan program- program pemerintah. Selain karena pola
kebijakan otoritas moneter pada waktu itu yang belum mementingkan mobilisasi
dari dana masyarakat luas, keadaan diatas juga disebabkan oleh belum adanya perangkat
peraturan dan perundang- undangan yang secara khusus mengatur dunia perbankan.
Secara lebih rinci keadaan perbankan saat itu adalah sebagai berikut:
a.
Tidak adanya peraturan
perundang- undangan yang mengatur secara jelas tentang perbankan di Indonesia
b.
Kredit Likuiditas Bank
Indonesia (KLBI) pada bank- bank tertentu
c.
Bank banyak menanggung
program-program pemerintah
d.
Instrumen pasar uang yang
terbatas
e.
Jumlah Bank Swasta yang relatif
sedikit
f.
Sulitnya Pendirian bank baru
g.
Persaingan antar bank yang
tidak ketat
h.
Posisi tawar- menawar bank yang
relative lebih kuat daripada nasabah
i.
Prosedur berhubungan dengan
bank rumit
j.
Bank bukan merupakan
alternative utama bagi masyarakat luas untuk menyimpan dan memimjam dana
k.
Mobilisasi dana lewat perbankan
yang sangat rendah
B.
Kondisi Sesudah Deregulasi
Tingkat inflasi yang tinggi serta kondisi ekonomi makro secara umum
yang tidak bagus terjadi bersamaan dengan kondisi perbankan yang tidak dapat
memobilisasi dana dengan baik. Fenomena yang terjadi pada masa sebelum
deregulasi tersebut seolah- olah menjadi suatu lingkaran yang tidak ada ujung
pangkalnya serta saling mempengaruhi.
Untuk mengatasi situasi ynag serba tidak mengunungkan ini cara yang
ditempuh pemerintah pada waktu itu adalah dengan melakukan serangkaian kebijakan
berupa deregulasi di sektor rill dan moneter. Pada tahap awal deregulasi lebih
cepat dampaknya pada sektor moneter melalui serangkaian perubahan di dunia
perbankan. Meskipun istilah yang digunakan adalah “deegulasi” tidak berarti
bahwa perubahan yang dilakukan sepenuhnya berupa pengurangan pembatasan atau
pengaturan di dunia perbankan. Perubahan yang terjadi juga termasuk peningkatan
pengaturan pada bidang- bidang tertentu, sehingga deregulasi ini lebih tepat
diartikan sebagai perubahan- perubahan
yang dimotori oleh otoritas moneter untuk meningkatkan kinerja dunia
perbankan, dan pada akhinya juga diharapkan akan meningkatkan kinerja sektor
rill.
Kebijakan deregulasi yang telah dilakukan dan terkait dengan dunia
perbankan, antara lain adalah:
a.
Paket 1 Juni1983 yang berisi
tentang
1.
Penghapusan pagu kredit dan
pembatasan aktiva lain sebagai instrumen pengendali Jumlah Uang Beredar (JUB).
2.
Pengurangan KLBI kecuali untuk
sektor- sektor tertentu.
3.
Pemberian kebebasan bank untuk
menetapkan suku bunga simpanan dan pinjaman kecuali untuk sektor- sektor
tertentu.
b.
Bank Indonesia sejak 1984 mengeluarkan
SBI
c.
Bank Indonesia sejak 1985 mengeluarkan
ketentuan perdagangan SBPU dan fasilitas diskonto oleh BI.
d.
Paket 27 Oktober 1988 yang
berisi tentang:
1.
Pengerahan dana masyarakat,
yang meliputi
·
Kemudahan pembukaan kantor bank
-
Bank pemerintah, bank
pembangunan daerah, bank swasta nasional dan bank koperasi dapat membuka cabang
di seluruh wilayah Indonesia.
-
Pembukaan kantor cabang
pembantu cukup dilakukan denganmemberi tahu Bank Indonesia
·
Kejelasan pendirian bank swasta
-
Modal di setor bank umum
minimal 10 miliar
-
Modal di setor BPR minimal Rp
50 juta
-
BPR dapat ditingkatkan menjadi
bank umum
-
BPR dapat menghimpun dana dari
masyarakat dalam bentuk giro, deposito, dan tabungan.
-
Pembukaan kemungkinan untuk
mendirikan bank campuran antara bank nasional dengan bank asing
·
Bank dan Lembaga Keuangan Bukan
Bank bisa menerbitkan sertifikat deposito tanpa memerlukan izin
·
Semua bank dapat memberikan
layanan Tabanas dan tabungan lainnya.
2.
Efisiensi Lembaga Keuangan yang
meliputi
·
BUMN dan BUMD bukan bank dapat
menempatkan sampai dengan 50 % dananya pada bank nasional manapun.
·
Batas Maksimum Pemberian Kredit
(BMPK) bagi bank dan lembaga keuangan bukan bank
3.
Pengendalian Kebijakan moneter
yang meliputi
·
Likuiditas wajib minimum
perbankan dan lembaga keuangan bukan bank diturunkan dari 15 % menjadi 2 % dari
jumlh dana pihak ketiga
·
SBI dan SBPU yng semula hanya
berjangka waktu 7 hari, sekarang di tambah dengan berjangka waktu sampai dengan
6 bulan
·
Batas maksimum pinjaman
antarbank ditiadakan
4.
Pengembangan pasar modal, yang
meliputi
·
Bunga deposito berjangka dan
sertifikat deposito dikenakan pajak
penghasilan sebesar 15 % agar dunia perbankan mendapat perlakuan yang sama
dengan pasar modal
·
Penangguhan pengenaan pajak
penghasilan terhadap bunga tabungan
·
Perluasan modal bank dan
lembaga keuangan bukan bank dapat dilakukan dengan prnjualan saham baru melalui
pasar modal di samping peningktan penyertaan oleh pemegang saham.
e.
Paket 20 Desember 1988 yang
berisi tentang :
1.
Aturan peyelenggaraan bursa
efek oleh swasta
2.
Alternatif sumber pembiyaan
berupa sewa guna usaha, anjak piutang, modal ventura,perdagangan
surat berharga,
kartu kredit, dan pembiayaan konsumen
3.
Bank dan Lembaga Keuangan Bukan
Bank dapat melakukan kegiatan perdagangan surat
berharga, anjak piutang , kartu kredit, dan pembiayaan konsumen.
4.
Kesempatan pendirian perusahaan
asuransi kerugian, asuransi jiwa, reasuransi, broker asuransi, adjuster
asuransi, dan aktuaria.
f.
Paket 25 Maret 1989 yang berisi
tentang :
1.
Penyempurnaan paket sebelumnya
2.
Bank dan Lembaga Keuangan Bukan Bank dapat
memiliki net open position maksimum sebesar 25 % dari modal sendiri.
g.
Paket 29 Januari 1990 yang
berisi tentang penyempurnaan program perkreditan kepada usaha kecil agar
dilakukan secara luas oleh semua bank.
h.
Paket 28 Februari 1991 yang
berisi tentang penyempurnaan paket sebelumnya menuju penyelenggaraan lembaga
keuangan dengan prinsip kehati- hatian, sehingga dapat tetap mempertahankan
kepercayaan masyarakat terhadap lembaga keuangan
i.
UU No 7 Tahun 1992 tentang
Perbankan
j.
Paket 29 Mei 1993 yang berisi
tentang penyempurnaan aturan kesehatan bank meliputi:
1.
Rasio kecukupan modal (capital
adequacy ratio)
2.
Batas maksimum pemberian kredit
(BMPK)
3.
Kredit Usaha Kecil (KUK)
4.
Pembentukan cadangan piutang
5.
Rasio pinjaman terhadap dana
pihak ketiga (loan to deposit ratio)
Serangkaian kebijakan di atas
telah mengakibaykan banyak perubahan dalam perbankan di Indonesia. Ciri-ciri kondisi
perbankan pada masa sebelum deregulasi sudah tidak dapat ditemui lagi pada masa
setelah deregulasi, sehingga pada masa setelah deregulasi ini perbankan di Indonesia
mempunyai ciri- ciri sebagian berikut:
a.
Peraturan yang memberikan
kepastian hukum
b.
Jumlah bank swasta bertambah
banyak
c.
Tingkat persaingan bank semakin
kuat
d.
Sertifikat Bank Indonesia dan
Surat Berharga Pasar Uang
e.
Kepercayaan masyarakat terhadap
bank yang meningkat
f.
Monilisasi dana melalui sektor
perbankan yang semakin besar
- Kondisi Saat Krisis
Ekonomi Mulai Akhir Tahun 1990-an
Deregulasi dan penerapan kebijakan- kebijakan lain yang terkait
dengan sektor moneter dan rill telah menyebabkan sektor perbankan lebih
mempunyai kemampuan untuk meningkatkan kinerja ekonomi makro di Indonesia.
Mobilisasi dana melalui perbankan menjadi lebih besar dan perbankan menjadi
lebih besar peran sertanya dalam menunjang kegiatan di sektor rill melalui peningkatan produksi barang dan
jasa.
Deregulasi di atas ternyata kurang diimbangi dengan manajemen resiko
perbankan yang baik. Perkembangan perbankan yang cukup lama untuk dapat
mengangkat Indomesia menjadi Negara dengan tingkat kesejahteraan yang sama
dengan negara- negara lain di Asia Tenggara.
Perkembangan ini dalam waktu yang sangat singkat menjadi terhenti
dan bahkan mengalami kemunduran total akibat adanya krisis ekonomi yang terjadi
pada akhir tahun 1990-an. Krisis ekonomi yang pada awalnya hanya dipandang
sebagai krisis moneter ini banyak menyebabkan perubahan dalam kondisi perbankan
di Indonesia, sehingga kondisinya saat masa itu adalah sebagai berikut:
a.
Tingkat kepercayaan masyarakat
Dalam dan Luar Negri terhadap perbankan di Indonesia menurun drastic
b.
Sebagian besar bank dalam
keadaan tidak sehat
c.
Adanya Spread negative
d.
Munculnya penggunaan peraturan
perundangan yang baru
e.
Jumlah bank menurun
- Kondisi Terakhir
Tiga hal penting menandai kondisi terakhir sektor perbankan di Indonesia.
Ketiga hal tersebut adalah:
a.
Selesainya peyusunan Arsitektur Perbankan
Indonesia (API). Munculnya API ini dipicu oleh adanya krisis perbankan dan
krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia
mulai tahun 1997. Salah satu landasan penting penyusunan API ini adalah usaha
Bank Indonesia
untuk menerapkan 25 Barel Core Princioles.
b. Serangkaian rencana dan
komitmen pemerintah, DPR, dan Bank Indonesia untuk membentuk atau
menyusun:
-
Lembaga penjamin simpanan
-
Lembaga Pengawas perbankan yang
independent
-
Otoritas Jasa keuangan
c. Kinerja
perbankan yang lebih menunjukkan kondisi masa peralihan atau awal masa
pemulihan dari krisis ekonomi ke arah kondisi perbankan yang lebih sesuai
dengan praktik- praktik perbankan yang lebih baik. Praktik perbankan yang lebih
baik ini antara lain mengrah kepada:
1. Manajemen Pengelolaan resiko yang baik.
2. Struktur perbankan nasional yang lebih baik.
3. Penerapan prinsip kehati- hatian (prudential banking) yang
konsisten
4. Penyaluran dana masyarakat kea rah yang lebih mencerminkan bank
sebagai perantara keuangan (financial intermediary) dengan tetap berlandaskan
prinsip kehati- hatian.
DAFTAR
PUSTAKA
Bank dan Lembaga Keuangan
Lain,Totok Budisantoso-Sigit Triandaru,Salemba
Empat, Yogyakarta.